Author : Nathan Filler
Pages : 310
Year of Published : 2013
*****
‘I’ll tell you what happened because it will be a good way to introduce my brother. His name’s Simon. I think you’re going to like him. I really do. But in a couple of pages he’ll be dead. And he was never the same after that.’
There are books you can’t stop reading, which keep you up all night.
There are books which let us into the hidden parts of life and make them vividly real.
There are books which, because of the sheer skill with which every word is chosen, linger in your mind for days.
The Shock of the Fall is all of these books.
The Shock of the Fall is an extraordinary portrait of one man’s descent into mental illness. It is a brave and groundbreaking novel from one of the most exciting new voices in fiction.
‘I’ll tell you what happened because it will be a good way to introduce my brother. His name’s Simon. I think you’re going to like him. I really do. But in a couple of pages he’ll be dead. And he was never the same after that.’
There are books you can’t stop reading, which keep you up all night.
There are books which let us into the hidden parts of life and make them vividly real.
There are books which, because of the sheer skill with which every word is chosen, linger in your mind for days.
The Shock of the Fall is all of these books.
The Shock of the Fall is an extraordinary portrait of one man’s descent into mental illness. It is a brave and groundbreaking novel from one of the most exciting new voices in fiction.
******
Sebuah tulisan singkat mengenai kematian kakak, dan review sangat meyakinkan yang ada di cover belakang buku ini, tentu sebuah tawaran menjanjikan bagi pembaca tentang sebuah cerita yang sangat kuat dan akan mempengaruhi pembacanya. Dan saya, adalah tipikal pembaca yang mudah tertarik akan hal itu.
The shock of the fall menceritakan seorang anak muda bernama Matthew yang memiliki kakak laki-laki dengan down syndrome. Di awal, diceritakan masa kecil Matt dengan menceritakan satu per satu keluarganya serta wataknya, Ibunya yang tidak stabil, Simon yang selalu dicintai semua orang, Ayahnya- yang tidak terlalu menonjol namun selalu punya cara untuk membuat komunikasi unik dengan kedua putranya, nanny noo dan kakeknya yang sangat perhatian dengan Matt.
Dengan gaya berceritanya yang lugas melalui sudut pandang orang pertama, Matt menceritakan bahwa dari awal ia memberitahukan tentang kematian kakaknya di awal buku ini. Cara bercerita Matt juga seolah sedang berkomunikasi dengan pembacanya. Tulisannya merupakan 'diary' yang ia tulis untuk menyalurkan sedih dan frustasinya.
Setelah kematian Simon, kehidupan keluarganya berubah. Tidak ada lagi yang membicarakan tentang Simon bahkan seolah berhati-hati dengan Matt--memilih mengasingkan Matt di rumah kakek neneknya, sementara orang tuanya sedang berduka. Ibunya pun mulai protektif dengan satu-satunya anak yang tersisa, Matt. Ia memutuskan home-schooling Matt, serta melarangnya keluar dari rumah.
Hingga kejadian di suatu siang membuat Ibu Matt sadar untuk tidak mengurung Matt kembali dan mengirimnya kembali ke sekolah. Sejak saat itu, Matt bersahabat dengan seroang anak yang memiliki ibu yang tengah sakit dan berdua, Matt beserta temannya merawat ibu tersebut.
Sesudah itu, cerita masa kecil Matt berakhir. Tiba-tiba Matt berusia 17 tahun dan ia sudah memiliki apartemen sendiri dari hasil keringatnya bekerja sebagai perawat di rumah sakit (sang penulis memiliki background kerja yang sama dengan Matt). Pengalaman masa kecilnya merawat ibu temannya, membuat Matt dapat bekerja dengan baik bahkan sangat dibutuhkan di rumah sakit tempat ia bekerja.
"I have an illness, a disease with the shape and sound of a snake. Whenever I learn something new, it learns it too … My illness knows everything I know. This was a difficult thing to get my head around."
Namun suatu hari, Nanny-Noo datang ke apartemen Matt (Matt lebih terbuka pada neneknya daripada orang tuanya) dan mendapati Matt sedang melukai diri sendiri. Neneknya juga menyadari bahwa Matt berhenti datang untuk berkonsultasi.
Terpisah-pisah seperti fragment, antara masa kini dan masa lalu, jujur saya agak 'ngos-ngosan' membacanya. Mungkin karena yang menceritakan adalah seorang schizophrenic, dengan pikirannya yang random..Terutama di bagian tengah-tengah, saya hampir putus asa untuk menutup buku ini karena kerandoman, terlebih karena I can't feel it.
Di bagian akhir buku, fragment-fragment tersebut mulai terjalin saat diceritakan detail cerita apa yang terjadi pada Simon dan mengapa Matt bisa menjadi 'lain'. Tidak secara gamblang, namun logically explained. Bahkan favorit saya adalah di bagian akhir buku ini ketika saya bisa merasakan Matt adalah seorang manusia yang memiliki emosi, bukan sekedar robot yang mengetik ceritanya di atas kertas berlembar-lembar atas aktivitas hariannya.
Mungkin dikarenakan ditulis oleh seorang perawat yang melakukan penelitian terhadap orang-orang schizophrenic dengan mendalam, sehingga saya tidak second-guessing kemampuannya untuk menceritakan apa yang didera oleh schizo-namun terkesannya, buku ini ditulis dengan tujuan penelitian namun dipaksakan untuk menjadi seolah-olah dirasakan sendiri oleh sang penulis, sehingga saya kehilangan rasa dan emosi, hanya logika.
Anyway, meskipun saya complain demikian bukan berarti buku ini not worth to read, alih-alih buku ini memberikan gambaran yang detail tentang isi kepala seorang schizo (namun bukan hatinya-kekeuh). Bahkan buku ini memenangkan the Costa Book of the Year Award tahun 2014.
Bagian yang paling menyentuh adalah bagaimana cara Matt membuat saudaranya hidup dalam dirinya untuk terus bertahan hidup. Bukan berarti dia tidak tahu kalau saudaranya meninggal, namun itu adalah manifestasi rasa kehilangan dan bersalah yang sangat mendalam dari Matt.
Buku ini juga mengajarkan pembacanya bagaimana cara berduka sebuah keluarga ketika kehilangan salah satu anggotanya. Bagaimana pentingnya saling menguatkan dengan cara mengingat kebersamaan, bukan malah membuang jauh-jauh kenangan bersama dan hanya untuk ditangisi di kala sendiri.
For greater reason, buku ini layak memenangkan th Casta Book of The Year. For my dramatics-needs, i definitely ask more feelings!
The shock of the fall menceritakan seorang anak muda bernama Matthew yang memiliki kakak laki-laki dengan down syndrome. Di awal, diceritakan masa kecil Matt dengan menceritakan satu per satu keluarganya serta wataknya, Ibunya yang tidak stabil, Simon yang selalu dicintai semua orang, Ayahnya- yang tidak terlalu menonjol namun selalu punya cara untuk membuat komunikasi unik dengan kedua putranya, nanny noo dan kakeknya yang sangat perhatian dengan Matt.
Dengan gaya berceritanya yang lugas melalui sudut pandang orang pertama, Matt menceritakan bahwa dari awal ia memberitahukan tentang kematian kakaknya di awal buku ini. Cara bercerita Matt juga seolah sedang berkomunikasi dengan pembacanya. Tulisannya merupakan 'diary' yang ia tulis untuk menyalurkan sedih dan frustasinya.
Setelah kematian Simon, kehidupan keluarganya berubah. Tidak ada lagi yang membicarakan tentang Simon bahkan seolah berhati-hati dengan Matt--memilih mengasingkan Matt di rumah kakek neneknya, sementara orang tuanya sedang berduka. Ibunya pun mulai protektif dengan satu-satunya anak yang tersisa, Matt. Ia memutuskan home-schooling Matt, serta melarangnya keluar dari rumah.
Hingga kejadian di suatu siang membuat Ibu Matt sadar untuk tidak mengurung Matt kembali dan mengirimnya kembali ke sekolah. Sejak saat itu, Matt bersahabat dengan seroang anak yang memiliki ibu yang tengah sakit dan berdua, Matt beserta temannya merawat ibu tersebut.
Sesudah itu, cerita masa kecil Matt berakhir. Tiba-tiba Matt berusia 17 tahun dan ia sudah memiliki apartemen sendiri dari hasil keringatnya bekerja sebagai perawat di rumah sakit (sang penulis memiliki background kerja yang sama dengan Matt). Pengalaman masa kecilnya merawat ibu temannya, membuat Matt dapat bekerja dengan baik bahkan sangat dibutuhkan di rumah sakit tempat ia bekerja.
"I have an illness, a disease with the shape and sound of a snake. Whenever I learn something new, it learns it too … My illness knows everything I know. This was a difficult thing to get my head around."
Namun suatu hari, Nanny-Noo datang ke apartemen Matt (Matt lebih terbuka pada neneknya daripada orang tuanya) dan mendapati Matt sedang melukai diri sendiri. Neneknya juga menyadari bahwa Matt berhenti datang untuk berkonsultasi.
Terpisah-pisah seperti fragment, antara masa kini dan masa lalu, jujur saya agak 'ngos-ngosan' membacanya. Mungkin karena yang menceritakan adalah seorang schizophrenic, dengan pikirannya yang random..Terutama di bagian tengah-tengah, saya hampir putus asa untuk menutup buku ini karena kerandoman, terlebih karena I can't feel it.
Di bagian akhir buku, fragment-fragment tersebut mulai terjalin saat diceritakan detail cerita apa yang terjadi pada Simon dan mengapa Matt bisa menjadi 'lain'. Tidak secara gamblang, namun logically explained. Bahkan favorit saya adalah di bagian akhir buku ini ketika saya bisa merasakan Matt adalah seorang manusia yang memiliki emosi, bukan sekedar robot yang mengetik ceritanya di atas kertas berlembar-lembar atas aktivitas hariannya.
Mungkin dikarenakan ditulis oleh seorang perawat yang melakukan penelitian terhadap orang-orang schizophrenic dengan mendalam, sehingga saya tidak second-guessing kemampuannya untuk menceritakan apa yang didera oleh schizo-namun terkesannya, buku ini ditulis dengan tujuan penelitian namun dipaksakan untuk menjadi seolah-olah dirasakan sendiri oleh sang penulis, sehingga saya kehilangan rasa dan emosi, hanya logika.
Anyway, meskipun saya complain demikian bukan berarti buku ini not worth to read, alih-alih buku ini memberikan gambaran yang detail tentang isi kepala seorang schizo (namun bukan hatinya-kekeuh). Bahkan buku ini memenangkan the Costa Book of the Year Award tahun 2014.
Bagian yang paling menyentuh adalah bagaimana cara Matt membuat saudaranya hidup dalam dirinya untuk terus bertahan hidup. Bukan berarti dia tidak tahu kalau saudaranya meninggal, namun itu adalah manifestasi rasa kehilangan dan bersalah yang sangat mendalam dari Matt.
Buku ini juga mengajarkan pembacanya bagaimana cara berduka sebuah keluarga ketika kehilangan salah satu anggotanya. Bagaimana pentingnya saling menguatkan dengan cara mengingat kebersamaan, bukan malah membuang jauh-jauh kenangan bersama dan hanya untuk ditangisi di kala sendiri.
For greater reason, buku ini layak memenangkan th Casta Book of The Year. For my dramatics-needs, i definitely ask more feelings!
Memories were falling away, like a dream when we first open our eyes.
Comments
Post a Comment