It worth 8 hours straight Reading |
But everything changes when Eleanor meets Raymond, the bumbling and deeply unhygienic IT guy from her office. When she and Raymond together save Sammy, an elderly gentleman who has fallen on the sidewalk, the three become the kinds of friends who rescue one another from the lives of isolation they have each been living. And it is Raymond’s big heart that will ultimately help Eleanor find the way to repair her own profoundly damaged one.
Smart, warm, uplifting, Eleanor Oliphant is Completely Fine is the story of an out-of-the-ordinary heroine whose deadpan weirdness and unconscious wit make for an irresistible journey as she realizes. . .
The only way to survive is to open your heart.
***
Tahun ini, saya berusaha dengan baik untuk menahan diri tidak impulsif membeli buku yang berujung pada sedikitnya tumpukan buku yang dilahap selama beberapa bulan terakhir. Sedihnya, saya sadar ketika membuka Goodreads dan sudah ada Goodreads choice Award nominations,atau dengan kata lain sudah di penghujung tahun baca.
Salah satu nominasi dengan cover yang paling menarik adalah Eleanor Ophilant is Completely Fine, sementara buku lain yang wajib dibaca adalah buku ketiga Kevin Kwan dan tulisan baru dari Celeste Ng. Tidak butuh waktu lama, dengan kekuatan online shopping dan promo 11.11, dengan lincah jemari ini mengidamkan 3 buku datang untuk end of year's break.
Eleanor Oliphant adalah buku pertama dari Gail Honeyman, another brilliant England author. Yup, buku pertama dan masuk short list dengan rating 4.3 averagely.
Sebelum menceritakan kekuatan buku ini, sebuah kutipan yang menurut saya sangat relevan dari buku:
" I feel sorry for beautiful people. Beauty, the moment you possess it, is already slipping away, ephemeral. That must be difficult. Always having to prove that there's more to you, wanting people to see beneath the surface, to be loved for yourself and not your stunning body, sparkling eyer or thick, lustrous hair."
Percakapan di atas muncul dari seorang Eleanor Oliphant, wanita berumur 30 tahun dengan tubuh ideal, bekas luka di pipi (yeah Harry Potter versi wanita) dan seumur hidupnya berjuang untuk melebur dengan "normal" people. Tidak ada sarkasme, ataupun iri hati saat ia mengucapkan itu. Eleanor hanya memiliki sudut pandang unik yang tidak dimiliki mayoritas society.
Cerita dibuka dengan Office Clique, tempat Eleanor bekerja. Lulus dari Uni, Eleanor langsung bekerja di sebuah perusahaan graphic design sebagai akuntan, sembilan tahun yang lalu. Selama itu, Eleanor tidak merasa dekat dengan 1 orang pun di kantor. Makan siang hanya ia habiskan denagan makan sandwich di pantry sambil menyelesaikan teka-teki silang. Setiap hari.
Sampai suatu ketika, Eleanor bertemu dengan seseorang yang ia percaya sebagai Fate. Seorang Rock Star yang tampan dan terlihat mengkilat di atas panggung. Eleanor percaya bahwa ia jatuh cinta padanya.
Sejak saat itu, Eleanor mencoba untuk menjadi normal. Melakukan waxing, membeli baju, sepatu dan tas baru,lain daripada warna putih yang selalu ia pakai. Ia bahkan membaca Cosmopolitan untuk pertama kalinya, agar bisa menggali bagaimana wanita seharusnya. Persiapan itu ia lakukan agar saat ia bertemu dengan sang Rockstar suatu ketika, ia sudah 'siap'.
Di sisi lain, Eleanor bertemu dengan Raymond. IT Guy yang baru bergabung di kantornya. Tidak tampan maupun buruk rupa, bertubuh tidak terlalu ideal namun menurut Eleanor, bukan gentlemen karena kebiasaannya memakai Tshirt dan sepatu kets.
Meskipun tidak terlalu menyukainya, suatu kejadian tak terduga memaksa Raymond dan Eleanor terus bertemu. Eleanor merasa, Raymond bisa dijadikan 'latihan' sebelum benar-benar bertemu dengan si Rockstar.
Perlahan, kehidupan Eleanor mulai terbuka sedikit demi sedikit. Telepon rutin dari Ibunya yang entah darimana, seminggu sekali. Kebiasaan ia untuk menghabiskan sabtu minggu dengan 'bermabuk-mabukan' di dalam rumah dan kunjungan dari social service di apartment-nya__yang kebetulan juga satu-satunya tamu yang ia miliki.
Eleanor,yang pasti, tidak memiliki masa lalu yang indah dan bahagia. Ia tidak memiliki siapapun kecuali suara ibunya setiap minggu.
Mungkin semua orang menebak dengan siapa Eleanor akan berakhir, namun buku ini bukan tentang sebuah ending, melainkan sebuah proses. Proses Eleanor membuka hati kepada Raymond, orang-orang asing, keluarga orang lain hingga teman-teman di kantornya. Sekaligus, seperti mengupas daun bawang, eventually pembaca akan tahu apa yang terjadi pada masa lalu.
Karakter Eleanor, diceritakan sebagai wanita yang dididik dari kecil seolah keluarga kerajaan. Kalimat yang ia ucapkan rapi dan sopan. Ia memasak makanan yang terdengar complicated dan menjaga dirinya sendiri. Namun ia juga witty, adorable sekaligus menyebalkan.
Eleanor adalah sosok yang mungkin ada di kantor kita bekerja. Terlalu sibuk dengan dirinya sendiri di mejanya, dan selalu menolak ajakan makan siang bersama. Eleanor adalah seseorang yang memiliki masa lalu kelam dan sebagai orang dewasa, kita tidak seharusnya mengucilkannya atau membuat lelucon tentangnya.
Novel ini manis sekaligus sedih. Dan melebihi semuanya, twist yang disuguhkan luar biasa. Buku ini tidak tampak seperti buku pertama. Karakter masing-masing orang berkembang dan konsisten, sementara diksi dan susunan bahasa juga tidak susah seperti England novel lainnya.
I love this book and almost found no flaw.Namun untuk memilihnya menjadi book of the year. Well, saya harus menunggu 2 buku lainnya dilahap sebelum menentukan pilihan. Yang pasti, it is really worth a read.
***
Comments
Post a Comment