Pak Raja sekarat. Dalam menanti ajal, ia memanggil satu nama perempuan yang bukan istrinya; Jeng Yah. Tiga anaknya, pewaris Kretek Djagad Raja, dimakan gundah. Sang Ibu pun terbakar cemburu terlebih karena permintaan terakhir suaminya ingin bertemu Jeng Yah. Maka berpacu dengan malaikat maut, Lebas, Karim, dan Tegar, pergi ke pelosok Jawa untuk mencari Jeng Yah, sebelum ajal menjemput sang Ayah.
Perjalanan itu bagai napak tilas bisnis dan rahasia keluarga. Lebas, Karim dan Tegar bertemu dengan buruh bathil (pelinting) tua dan menguak asal-usul Kretek Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Lebih dari itu, ketiganya juga mengetahui kisah cinta ayah mereka dengan Jeng Yah, yang ternyata adalah pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.
Apakah Lebas, Karim dan Tegar akhirnya berhasil menemukan Jeng Yah?
Gadis Kretek tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri para tokohnya. Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda hingga kemerdekaan, Gadis Kretek akan membawa pembaca berkenalan dengan perkembangan industri kretek di Indonesia. Kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan aroma cinta.
***
Judul : Gadis Kretek
Penulis : Ratih Kumala
Tahun terbit : 2021
Jml Hlmn : 274
Genre : Historical Fiction, fiksi
Rekomendasi usia : 13+
Belakangan ini saya sudah memulai ritual membaca kembali setiap malam dengan kombinasi antara fiksi bahasa inggris-non fiksi-drakor kemudian fiksi bahasa indonesia. Karena saya biasanya cuma punya waktu 2 jam setiap malam untuk me-time, jadi saya harus menaati urutan itu karena kalau gak, 2 jam akan terbuang percuma untuk scrolling sosmed.
Anyway, sepertinya saya agak telat membaca Gadis Kretek karena hype nya sudah beberapa tahun yang lalu dan series nya sudah keluar di Netflix. Tapi karena penasaran sudah lama, jadi saat ada online sale tanggal kembar, tanpa tunggu lagi saya check out pake koin diskon di toko ungu 👻.
Buku ini adalah kisah tentang keluarga konglomerat Pak Raja dan sejarah 3 generasi bagaimana bisnis mereka dibangun. Adalah Lebas, Karim dan Tegar, 3 anak laki-laki pewaris bisnis Djagad Raja-perusahaan rokok dan merupakan generasi ke-3. Mereka sedang kebingungan menanggapi racauan Ayahanda nya yang tengah sekarat di pesakitannya.
Bab awal dibuka oleh Lebas, si anak bungsu sekaligus anak bawang di keluarga. Diceritakan pada sudut pandang pertama, Lebas akhirnya kembali ke rumah orang tuanya setelah menghilang berbulan-bulan karena mendengar Ayahandanya mulai meracau. Lebas adalah black sheep di keluarga, memilih bekerja di dunia seni, menjadi producer drama murahan-yang juga dicintai oleh sebagaian besar publik. Ia lulus kuliah dari universitas di US setelah mengalami berbagai drama dari jadi pecandu narkotika, pindah-pindah jurusan. Pokoknya, dia sumber kekhawatiran keluarga.
Sementara kakak pertamanya, Tegar adalah potret penerus keluarga konglomerat yang ideal: cerdas, logis dan taktis. Si anak tengah Karim adalah penghubung antara kedua kakak-adik yang punya sifat seperti air dan api itu. Karim juga bekerja di perusahaan keluarga, di bawah kendali Tegar.
Saat sang Bapak menyebut-nyebut Jeng Yah, Tegar memberi tugas Lebas untuk menelusuri siapa sesungguhnya wanita yang membuat Ibunda nya cemburu itu. Lebas, bermaksud mengambil hati sang kakak karena ada maksud tersembunyi, akhirnya bersedia pergi ke kota tempat pabrik rokok mereka pertama lahir, dan rumah sang kakek.
Pada bab berikutnya, Sudut pandang berpindah ke orang ketiga dan bergeser ke era dimana pabrik rokok itu bermula, sekitar 1940-an. Adalah Idris Moeria, laki-laki yang bekerja sebagai pelinting klobot dan berteman dengan sesama pelinting Soedjagad. Meskipun pekerja harian biasa, mereka memiliki mimpi yang sama, menikahi gadis cantik anak juru tulis, Roemaisa.
Ditulis dengan gaya satir dan humoris, dimulailah persaingan antara dua pria itu. Dari mengejar hati Roemaisa, memulai usaha linting kretek sambil contek-mencontek ide. Sampai akhirnya masa kemerdekaan tiba dan Jepang datang ke kota mereka, nasib Idris Moeria mendadak suram ketika ia tiba-tiba diculik oleh Jepang dan menghilang selama beberapa tahun.
Karena Idris Moeria hilang, Seodjagad mengambil kesempatan untuk mendekati Roemaisa walaupun saat itu dia sudah menikah dengan Idris dan sedang mengandung. Roemaisa jelas-jelas menolak Soedjagad yang tidak tahu diri dan seronok itu. Akhirnya ia menikah dengan wanita lain.
Sementara itu, tidak percaya dengan sang adik, Tegar akhirnya datang ke kota kelahiran Rokok Djagad Raja, kota M dan menemukan sang adik malah sibuk berkumpul dengan teman saat kuliah dulu. Tidak lama, Karim ikut menyusul untuk menengahi kedua kakak-adiknya yang pasti tidak akan pernah akur itu.
Kedua cerita itu bertautan dan berpogress sedikit demi sedikit. Interaksi antara Tegar dan Lebas menurut saya salah satu yang menarik. Meskipun mereka berselisih terus, namun masih terasa 'civil'. Pertengkaran mereka seperti sesama remaja, bukan laki-laki tengah baya yang memiliki perusahaan multimiliaran. Entah penulis sengaja membuat demikian karena keduanya emang sama-sama kryptonite jadi mereka terjebak di perseteruan remaja? Dalam benak saya, untuk seorang Tegar yang berada di pucuk pimpinan ratusan ribu orang-adalah orang yang berkepala dingin dan malas menanggapi perselisihan receh dengan sang adik. Atau mungkin karena Tegar sangat sayang sama Lebas, jadi dia ladenin terus adu mulut mereka.
Di sisi lain, kisah Idris Moeria dan Seodjagad memasuki ke generasi kedua, yaitu munculnya Jeng Yah, si gadis kretek. Perseteruan mereka juga seru dan lucu, saya bisa membayangkan dengan mudah di benak saya bagaimana novel itu menjadi film.
Tidak bisa dipungkiri, saya membayangkan Rokok Djagad Raya ini setara Rokok Djarum karena latar belakang lokasi yang mirip (walaupun silsilah keluarganya sama sekali tidak mirip). Tapi menyenangkan bisa membaca fiksi sejarah tentang berkembangnya rokok di Indonesia sampai dengan legenda Roro Mendhut yang menjelma menjadi Jeng Yah. Ia menggunakan ludahnya yang manis untuk membuat rokok paling enak pada masa itu. Penulis melakukan riset yang sangat besar untuk membangun narasi sejarah rokok di Indonesia.
Selain itu, Gadis Kretek ini salah satu buku page-turner. Setiap bab ditulis dengan mengalir dan mudah dibaca, dibumbui humor satir sana sini yang tidak terlalu banyak, namun dengan porsi yang pas. Saya membacanya selama 2 jam langsung habis dan sejujurnya sudah sangat lama saya tidak membaca secepat itu.
Namun ada yang saya rasa kureng di hati saya. Mungkin kedalaman emosi tiap karakter. Setiap karakter mendapat porsi yang hampir seimbang. Untuk cerita 3 generasi dalam 274 halaman, saya kurang merasakan 'drama' di dalamnya. Jadi setelah selesai membacanya, saya menutup buku dan ah oke! That's it.
But yes i like it! Ga sabar untuk membaca karya Mbak Ratih berikutnya.
Comments
Post a Comment