The Kite Runner
Author : Khaled Hosseini
First Published in 2003
Language : English, Bahasa Indonesia
"And that's the thing about people who mean everything they say. They think everyone else does too."
"There are a lot of children in Afghanistan, but little childhood."
"It's wrong to hurt even bad people. Because they don't know any better, and because bad people sometimes become good,"
The Kite Runner sudah berada di bookshelf saya sejak 2 tahun yang lalu, namun belum pernah ada mood untuk mulai membacanya. Kemudian saat akhirnya kemarin-kemarin saya iseng menemukan mainan baru yang ternyata lama, Google play book, akhirnya saya mendownload the Kite Runner for the starter. I always fond of ibooks and never found any enjoyment reading in any e-book reading application in Android platform, so i finally give it try Google Play Book.
The Kite Runner yang saya baca, kebetulan saya hanya menemukan yang berbahasa ingris, dan menurut saya akan lebih affair jika saya me-review buku berdasarkan bahasa aslinya (kadang saya agak kecewa dengan terjemahan ke indonesia).
Oke,The Kite Runner adalah sebuah buku tentang perjalanan hidup seorang Amir, sebagai protagonis. Amir adalah anak afghanistan yang dilahirkan dari keluarga terpandang dan kaya raya yang biasa Amir panggil sebagai Baba (father). Amir tidak memiliki Ibu yang membesarkannya karena Ibunya meninggal saat ia masih sangat muda.
Bersama dengan Amir dan Baba, tinggal 1 pembantu mereka yaitu Ali bersama dengan putranya, Hassan. Ali dan Hassan terlahir sebagai Hazara- salah satu suku yang dianggap second class di Afghanistan saat itu. Penampilan suku Hazara sendiri lebih mirip dengan ras mongoloid.
Di awal cerita, Amir mendeskripsikan kedekatannya dengan Hassan, keduanya hanya berbeda umur 1 tahun dan kemanapun Amir pergi, Hassan akan mengikutinya. Hassan merupakan anaknya yang loyal, jujur dan sangat baik hati. Bahkan dalam beberapa kesempatan Hassan sangat melindungi Amir dari serangan anak-anak Afghan yang lain.
Baba juga melihat kelemahan Amir yang tidak bisa stand up for his self sehingga terkadang Baba mejadi keras kepada Amir. Apalagi Baba mengharapkan Amir lebih sportif- bisa melakukan olahraga layaknya anak laki-laki lainnya seperti masa kecil Baba.
Namun Amir seperti ibunya, sangat mencintai buku. Bahkan Amir juga mulai menulis. Kebiasaan Amir dan Hassan adalah duduk di atas pohon pomegranate dimana Amir akan membacakan buku kepada Hassan karena Hassan tidak bisa membaca.
Rasa sayang Baba yang terlalu adil kepada Hassan membuat Amir terkadang merasa cemburu. Layaknya anak kecil, dia mencari cara untuk mengambil hati Baba dan terkadang harus menyisihkan Hassan. Bahkan Baba tidak pernah melupakan ulang tahun Hassan, dan di ulang tahunnya yang ke-11, Baba membawa Hassan untuk melakukan operasi pada bibir Hassan.
Hubungan Amir dan Baba yang dingin, membuat Amir menjadi ambisius untuk memenangkan hatinya dan salah satu kesempatan datang saat datangnya turnamen layang-layang di kota mereka. Turnamen layang-layang merupakan event yang melibatkan hampir seluruh anak kecil di kotanya dan memenangkannya merupakan kebanggaan. Kebetulan Amir cukup jago dalam bermain layang-layang (walaupun sebenarnya Hassan lebih instiutif).
Dan akhirnya sesuai harapan, Amir menjadi orang terakhir yang bertahan dalam turnamen layang-layang itu yang berarti bahwa dia menjadi pemenang. Namun kemenangannya tak akan berarti jika mereka tidak mendapatkan layang-layang terakhir yang mereka putuskan. Amir akhirnya meminta Hassan untuk mengejar layang-layang biru yang putus dan terbang di atas kota. Hassan mengangguk dan bilang, "For you, a thousand over"
Dari sini lah heartbreaking story nya dimulai. Jika dari pertama membaca saya mulai agak-agak kesal dengan si kecil Amir yang begitu tricky dan ambisius (memenangkan hati Ayahnya), mulai lembar-lembar berikutnya saya sangat kesal dengan Amir bahkan kalau tidak ingat sedang berpuasa saya pasti sudah menangis.
Singkat cerita, peristiwa itu membuat segalanya berubah, persahabatan AMir dan Hassan, kepribadian Amir dan hubungan saudara Baba dengan Ali.
Pada lembar-lembar berikutnya, diceritakan tentang kedatangan Rusia ke Afghanistan dan teror penduduk Afghanistan di mulai. Baba dan Amir. harus melarikan diri ke Amerika dan memulai hidup baru untuk keselamatan mereka.
Di Amerika, bahkan Baba yang awalnya kaya raya harus bekerja sebagai manager di pom bensin untuk membiayai kuliah Amir. Di Amerika pula, Amir mulai jatuh cinta pada gadis afghanistan dan menikah.
Konflik berikutnya datang saat AMir menerima surat dari Rahim Khan-salah satu sahabat Baba yang dia anggap sebagai figur ayah terbaik versi AMir. Menuruti isi surat tersebut, Amir terbang kembali ke Afghanistan setelah lebih dari 20 tahun dan menemui Rahim Khan yang sedang sekarat. Ternyata, Rahim meminta Amir untuk mencari anak dari Hassan yang saat itu sedang berada di tangan taliban.
Dan pencariannya, akhirnya mempertemukan Amir dengan musuh besar masa kecilnya, Assef.
Buku ini terbagi menjadi 3 phase utama hidup Amir yaitu masa kecil Amir dengan Hassan, masa remaja Amir di Amerika dan masa dewasa Amir di Afghanistan untuk menemukan Sohrab-putra dari Hassan sekaligus menemukan sisi dirinya yang lain.
Favorit saya tentu di phase pertama dimana gaya narasi Amir kecil yang begitu natural dan sesuai. Dari awal buku, emosi saya sudah diaduk seperti adonan. Di fase kedua, saya masih menemukan laki-laki yang sama dalam tubuh bocah 12 tahun, pengecut dan egois. Dan kemudian di fase ketiga, bonding antara Amir dan Shohrab bagi saya kurang 'kena'
Buku ini menawarkan segalanya, dark story, culture Afghanistan bahkan penderitaan perang bagi anak-anak Afghanistan. Namun entah mengapa separuh terakhir buku ini saya rasa kurang se-passionate dari separuh awal buku ini. Seolah sedang terburu-buru dan lagi sisi perang dari Afghanistan juga kurang dijabarkan mendalam dalam separuh terakhir buku ini seolah perang hanya tempelan, dan penulis mendapatkan referensi perang Afghanistan dari sekedar berita kemudian dimasukkan ke dalam novel. Bukan berarti tidak bagus, namun di separuh awal buku saya sudah terlanjur terlena dengan kedalaman penulis dalam penjabaran seorang anak afghanistan dengan zahara boy namun mendadak pembaca hanya menjadi pengamat perang. Hal ini wajar, mengingat penulisnya sama seperti Amir, pergi dari Afghanistan di usia muda sehingga dia tidak terlalu mendapatkan feel keadaan Afghanistan setelah porak poranda.
Anyway, buku ini sangat bagus untuk menambah wawasan kita pada kondisi dan kebudayaan orang Afghanistan. Namun sayangnya, mungkin untuk pembaca non muslim yang tidak familiar dengan bahasa arab yang terhitung lumayan banyak dalam buku ini, pasti akan frustasi tidak mengerti.
Sekesalnya saya kepada Amir-si tokoh utama namun saya akhirnya sadar bahwa Amir adalah manusia biasa, Tidak semua manusia berjiwa heroik seperti yang ada di dalam cerita novel atau film kan? Hal ini yang membuat tokoh Amir sangat manusiawi dan nyata.
I love it!
Author : Khaled Hosseini
First Published in 2003
Language : English, Bahasa Indonesia
"And that's the thing about people who mean everything they say. They think everyone else does too."
"There are a lot of children in Afghanistan, but little childhood."
"It's wrong to hurt even bad people. Because they don't know any better, and because bad people sometimes become good,"
The Kite Runner sudah berada di bookshelf saya sejak 2 tahun yang lalu, namun belum pernah ada mood untuk mulai membacanya. Kemudian saat akhirnya kemarin-kemarin saya iseng menemukan mainan baru yang ternyata lama, Google play book, akhirnya saya mendownload the Kite Runner for the starter. I always fond of ibooks and never found any enjoyment reading in any e-book reading application in Android platform, so i finally give it try Google Play Book.
The Kite Runner yang saya baca, kebetulan saya hanya menemukan yang berbahasa ingris, dan menurut saya akan lebih affair jika saya me-review buku berdasarkan bahasa aslinya (kadang saya agak kecewa dengan terjemahan ke indonesia).
Oke,The Kite Runner adalah sebuah buku tentang perjalanan hidup seorang Amir, sebagai protagonis. Amir adalah anak afghanistan yang dilahirkan dari keluarga terpandang dan kaya raya yang biasa Amir panggil sebagai Baba (father). Amir tidak memiliki Ibu yang membesarkannya karena Ibunya meninggal saat ia masih sangat muda.
Bersama dengan Amir dan Baba, tinggal 1 pembantu mereka yaitu Ali bersama dengan putranya, Hassan. Ali dan Hassan terlahir sebagai Hazara- salah satu suku yang dianggap second class di Afghanistan saat itu. Penampilan suku Hazara sendiri lebih mirip dengan ras mongoloid.
Di awal cerita, Amir mendeskripsikan kedekatannya dengan Hassan, keduanya hanya berbeda umur 1 tahun dan kemanapun Amir pergi, Hassan akan mengikutinya. Hassan merupakan anaknya yang loyal, jujur dan sangat baik hati. Bahkan dalam beberapa kesempatan Hassan sangat melindungi Amir dari serangan anak-anak Afghan yang lain.
Baba juga melihat kelemahan Amir yang tidak bisa stand up for his self sehingga terkadang Baba mejadi keras kepada Amir. Apalagi Baba mengharapkan Amir lebih sportif- bisa melakukan olahraga layaknya anak laki-laki lainnya seperti masa kecil Baba.
Namun Amir seperti ibunya, sangat mencintai buku. Bahkan Amir juga mulai menulis. Kebiasaan Amir dan Hassan adalah duduk di atas pohon pomegranate dimana Amir akan membacakan buku kepada Hassan karena Hassan tidak bisa membaca.
Rasa sayang Baba yang terlalu adil kepada Hassan membuat Amir terkadang merasa cemburu. Layaknya anak kecil, dia mencari cara untuk mengambil hati Baba dan terkadang harus menyisihkan Hassan. Bahkan Baba tidak pernah melupakan ulang tahun Hassan, dan di ulang tahunnya yang ke-11, Baba membawa Hassan untuk melakukan operasi pada bibir Hassan.
Hubungan Amir dan Baba yang dingin, membuat Amir menjadi ambisius untuk memenangkan hatinya dan salah satu kesempatan datang saat datangnya turnamen layang-layang di kota mereka. Turnamen layang-layang merupakan event yang melibatkan hampir seluruh anak kecil di kotanya dan memenangkannya merupakan kebanggaan. Kebetulan Amir cukup jago dalam bermain layang-layang (walaupun sebenarnya Hassan lebih instiutif).
Dan akhirnya sesuai harapan, Amir menjadi orang terakhir yang bertahan dalam turnamen layang-layang itu yang berarti bahwa dia menjadi pemenang. Namun kemenangannya tak akan berarti jika mereka tidak mendapatkan layang-layang terakhir yang mereka putuskan. Amir akhirnya meminta Hassan untuk mengejar layang-layang biru yang putus dan terbang di atas kota. Hassan mengangguk dan bilang, "For you, a thousand over"
Dari sini lah heartbreaking story nya dimulai. Jika dari pertama membaca saya mulai agak-agak kesal dengan si kecil Amir yang begitu tricky dan ambisius (memenangkan hati Ayahnya), mulai lembar-lembar berikutnya saya sangat kesal dengan Amir bahkan kalau tidak ingat sedang berpuasa saya pasti sudah menangis.
Singkat cerita, peristiwa itu membuat segalanya berubah, persahabatan AMir dan Hassan, kepribadian Amir dan hubungan saudara Baba dengan Ali.
Pada lembar-lembar berikutnya, diceritakan tentang kedatangan Rusia ke Afghanistan dan teror penduduk Afghanistan di mulai. Baba dan Amir. harus melarikan diri ke Amerika dan memulai hidup baru untuk keselamatan mereka.
Di Amerika, bahkan Baba yang awalnya kaya raya harus bekerja sebagai manager di pom bensin untuk membiayai kuliah Amir. Di Amerika pula, Amir mulai jatuh cinta pada gadis afghanistan dan menikah.
Konflik berikutnya datang saat AMir menerima surat dari Rahim Khan-salah satu sahabat Baba yang dia anggap sebagai figur ayah terbaik versi AMir. Menuruti isi surat tersebut, Amir terbang kembali ke Afghanistan setelah lebih dari 20 tahun dan menemui Rahim Khan yang sedang sekarat. Ternyata, Rahim meminta Amir untuk mencari anak dari Hassan yang saat itu sedang berada di tangan taliban.
Dan pencariannya, akhirnya mempertemukan Amir dengan musuh besar masa kecilnya, Assef.
Buku ini terbagi menjadi 3 phase utama hidup Amir yaitu masa kecil Amir dengan Hassan, masa remaja Amir di Amerika dan masa dewasa Amir di Afghanistan untuk menemukan Sohrab-putra dari Hassan sekaligus menemukan sisi dirinya yang lain.
Favorit saya tentu di phase pertama dimana gaya narasi Amir kecil yang begitu natural dan sesuai. Dari awal buku, emosi saya sudah diaduk seperti adonan. Di fase kedua, saya masih menemukan laki-laki yang sama dalam tubuh bocah 12 tahun, pengecut dan egois. Dan kemudian di fase ketiga, bonding antara Amir dan Shohrab bagi saya kurang 'kena'
Buku ini menawarkan segalanya, dark story, culture Afghanistan bahkan penderitaan perang bagi anak-anak Afghanistan. Namun entah mengapa separuh terakhir buku ini saya rasa kurang se-passionate dari separuh awal buku ini. Seolah sedang terburu-buru dan lagi sisi perang dari Afghanistan juga kurang dijabarkan mendalam dalam separuh terakhir buku ini seolah perang hanya tempelan, dan penulis mendapatkan referensi perang Afghanistan dari sekedar berita kemudian dimasukkan ke dalam novel. Bukan berarti tidak bagus, namun di separuh awal buku saya sudah terlanjur terlena dengan kedalaman penulis dalam penjabaran seorang anak afghanistan dengan zahara boy namun mendadak pembaca hanya menjadi pengamat perang. Hal ini wajar, mengingat penulisnya sama seperti Amir, pergi dari Afghanistan di usia muda sehingga dia tidak terlalu mendapatkan feel keadaan Afghanistan setelah porak poranda.
Anyway, buku ini sangat bagus untuk menambah wawasan kita pada kondisi dan kebudayaan orang Afghanistan. Namun sayangnya, mungkin untuk pembaca non muslim yang tidak familiar dengan bahasa arab yang terhitung lumayan banyak dalam buku ini, pasti akan frustasi tidak mengerti.
Sekesalnya saya kepada Amir-si tokoh utama namun saya akhirnya sadar bahwa Amir adalah manusia biasa, Tidak semua manusia berjiwa heroik seperti yang ada di dalam cerita novel atau film kan? Hal ini yang membuat tokoh Amir sangat manusiawi dan nyata.
I love it!
Comments
Post a Comment