Educated |
Born to survivalists in the mountains of Idaho, Tara Westover was seventeen the first time she set foot in a classroom. Her family was so isolated from mainstream society that there was no one to ensure the children received an education, and no one to intervene when one of Tara’s older brothers became violent. When another brother got himself into college, Tara decided to try a new kind of life. Her quest for knowledge transformed her, taking her over oceans and across continents, to Harvard and to Cambridge University. Only then would she wonder if she’d traveled too far, if there was still a way home.
***
Educated
Author : Tara Westover
Year : 2018
Genre : Memoir
Language : English
Publisher : Penguin Books
Rekomendasi buku ini muncul ketika saya menyelesaikan Great Alone by Kristin Hannah. Jika Great Alone merupakan karya fiksi, Educated adalah sebuah memoir dari seorang wanita yang dibesarkan oleh keluarga eksentrik dan buku ini merupakan kumpulan kepingan kenangan dalam hidupnya yang membawanya menjadi seorang Tara Westover, doktorat dari University of Cambridge.
Tara merupakan anak terkecil dari 7 bersaudara dimana 5 diantaranya adalah laki-laki. Kedua orang tuanya adalah orang yang eksentrik. Banyak review yang mengatakan bahwa keluarga Westover adalah survivalist, namun bagi saya, mereka adalah eksentrik. Saya akan menjelaskannya nanti.
Tara tinggal di dekat gunung di Idaho. Ayahnya memiliki sebuah junkyard dan memilih hidup terisolasi dari kehidupan sosial di sekitarnya.
Keluarga Westover memeluk agama Mormonisme atau sekarang lebih dikenal sebagai pengikut Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Jika saya baca di internet, Mormonisme memiliki akar Christian namun pada abad 18, seorang nabi menerbitkan kitab mormon yang memiliki beberapa perbedaan dengan agama kristen yang ada saat ini.
Sebagian besar penduduk di daerah tersebut adalah pemeluk Mormonisme, mereka pergi ke Gereja yang sama bahkan terdapat Universitas swasta yang dimiliki oleh organisasi Gereja pemeluk Mormonisme tersebut, Brigham Young University (BYU).
Ayah Tara merupakan sosok yang sangat dominan dalam keluarga tersebut. Ia adalah pemeluk mormonisme yang sangat taat. Ia memiliki paranoia terhadap pemerintah, kehidupan modern, sosialis, sistem dan masih banyak lagi. Paranoia tersebut juga yang membuat keluarga tersebut memutuskan untuk memberikan pendidikan di rumah dibandingkan dengan pergi sekolah. Pendidikan di sekolah pun sangat ala kadarnya, lebih dari belajar tanpa rencana dan swadaya.
Keluarga Westover bukan anti kemapanan, namun menganut kitab tersebut secara literally sehingga selalu meragukan perubahan dan modernitas. Alih-alih percaya kepada dokter, mereka percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah atas God's Will dan jika Tuhan berkehendak, mereka akan sembuh sehingga pergi ke dokter sama dengan bersekutu dengan setan. Sama halnya dengan imunisasi.
Dibesarkan sebagai anak yang taat, Tara selalu berpegang teguh pada kitab Mormon dan selalu patuh kepada doktrinasi kedua orang tuanya. Doktrinasi tersebut juga yang membuat Tara tidak mau bersekolah meskipun kakek neneknya membujuknya.
Kejadian demi kejadian buruk dalam kehidupan mereka yang diakibatkan oleh 'keteledoran' Ayahnya, tidak pernah sedikitpun membuat mereka mempertanyakan karakter dan keputusan Ayahnya, bahkan banyak kejadian yang hampir merenggut nyawa Ibunya, Tara, dan saudara-saudaranya.
Namun, secara mengejutkan, kakak laki-laki Tara, Tyler yang selalu menyukai buku dan musik, memutuskan untuk meneruskan keluar dari rumah untuk mengambil kuliah. Tyler yang pendiam, penurut dan selalu terbata-bata dalam bicara.
Dalam suatu keluarga, memang selalu ada seseorang yang 'misplace' atau sangat berbeda diantara para Saudaranya. Tyler adalah salah satunya. Selama beberapa waktu, Ayah mengomel mencoba meyakinkan Tyler tentang konspirasi dunia luar yang sangat berbahaya baginya, namun Tyler tak bergeming. Tyler pergi meninggalkan Tara 1 buah CD paduan suara gereja sebagai kenang-kenangan. Sejak saat itu, Tyler tidak pernah kembali untuk waktu yang lama.
Kepergian Tyler awalnya menimbulkan perubahan bagi Tara, namun sejalan dengan waktu, suasana rumah membentuk Tara yang lama. Namun demikian, Tara memutuskan untuk mencari pekerjaan part time di luar sana.
Di saat itu, Tara mulai mengikuti les tari namun berubah menjadi bencana karena tarian adalah hal yang menyalahi pemeluk Mormon yang taat. Kemudian, secara mengejutkan, Tara diizinkan oleh Ayahnya untuk bernyanyi karena suara Tara yang luar biasa indah.
Tara bernyanyi dari pertunjukan 1 ke yang lainnya, dalam kesempatan itu Ayahnya selalu hadir, sangat bangga dengan suara malaikat Tara. Meskipun mengenal dunia luar, Tara hanya mengenal 1 orang, Charles.
Kemudian, salah satu kakak Tara kembali ke rumah, Shawn. Shawn adalah salah satu frontman dalam usaha bisnis ayahnya dan sebagai salah satu yang tertua, Shawn merasa bertanggung jawab untuk memperhatikan pendidikan Tara.
Sama seperti ayahnya, Shawn menyukai kontrol. Ia selalu mengoreksi jika Tara mulai menyimpang bahkan dengan kekerasan. Masalahnya, saat itu Tara mengalami puber. Ia mulai memperhatikan penampilannya, terutama saat ada Charles. Shawn mengetahuinya dan berakhir pada kepala Tara menempel di dinding kamar mandi, berulang kali.
Tidak hanya dengan Tara, Shawn juga memperlakukan gadis yang menyukainya dengan full control. Ia tidak segan menyakiti secara fisik dan emosional.
Keberadaan Shawn di rumah turut mendorong Tara untuk terus berada di luar rumah, sampai suatu saat Tyler datang dan meminta Tara untuk mengambil kuliah. Tara harus mengenal dunia di luar sana yang sangat berbeda dengan Buck's Peak, rumah mereka tinggal.
Ragu-ragu, Tara awalnya tidak ingin keluar dari rumah, apalagi saat ia meminta izin dari ayahnya, ayahnya marah besar. Surprisingly, Ibu Tara bertindak supportif mendorong Tara untuk mengambil kuliah.
Maka perjuangan Tara untuk mempersiapkan tes dimulai. Tara yang tidak pernah mengenal matematika,algebra, aritmatika harus belajar dari 0 dibantu oleh Tyler, dan meskipun mengomel, Ayahnya membantunya karena ia satu-satunya yang bisa di Buck's Peak.
Sampai Tara diterima di BYU, semuanya masih terasa surreal. Dan Tyler benar, dunia di luar sana sangat berbeda. Jika di dalam rumah, meskipun disakiti oleh kakaknya, Tara masih merasa aman, namun di luar, Tara tidak memiliki siapapun untuk bergantung. Beberapa kali Tara hampir menyerah mulai dari kesulitan finansial dan yang paling mendasar adalah prinsip hidup yang selama ini dia yakini, sangat berbeda dengan orang-orang disekitarnya.
Semakin besar kesuksesan yang diraih Tara, ada satu titik dia akan kembali kepada Buck's Peak. Menjadi gadis yang sama, bekerja di Junk yard, menelan bulat-bulat doktrin dan teori yang dilontarkan oleh ayahnya, dan gadis yang tidak memberontak kapanpun Shawn mulai bersikap kasar.
Well, berbeda dengan kisah fiksi ketika protagonis memiliki titik kulminasi dan sadar untuk merubah semuanya dengan cepat, kisah Tara ini mungkin tak ayal membuat gemas. Pembaca akan kehilangan kesabaran terutama saat membaca bagaimana Tara tidak membela dirinya saat dianiyaya kakaknya, atau saat ia begitu penurut dengan Ayahnya.
Tara adalah wanita yang sangat cerdas, mengapa ia tidak bisa memiliki sikap? Well, pembaca akan dengan mudah lupa bagaimana dampak dari doktrinasi seumur hidup yang dijejalkan oleh kedua orang tuanya.
Perubahan yang terjadi dalam diri Tara begitu pelan dan sedikit demi sedikit sampai ia memutuskan 'berhenti'. Bahkan sampai dia berada di universitas terbaik di dunia, mempelajari tentang revolusi, feminisme (ia membaca Simone De Beauvoir-yang mengingatkan saya pada buku karyanya masih belum tersentuh sama sekali), Tara masih mengalami panick attack ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendak ayahnya. Tara tidak pernah bisa melepas ikatannya dengan keluarganya, hingga menghancurkan segala yang telah ia bangun.
Well, aside dari ceritanya yang emotionally involving, diksi dan cara penceritaan dari buku ini pun sangat menunjukkan tingkat intelektualitas Tara. Pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar saat ia mencari jati dirinya, atau referensi saat ia menyelesaikan studinya, memberikan begitu banyak pengetahuan bagi pembaca, terutama terkait Mormonisme.
Salah satu hal yang paling kuat dari buku ini adalah bagaimana Tara menyampaikan rasa cintanya pada keluarga yang menyayangi-dan-memberikan neraka baginya, pada saat bersamaan. Detail deskripsi dari masa kecil Tara, banyak membuat pembaca mengingat kembali betapa hangatnya suatu keluarga dan kadang betapa disfungsionalnya sebuah hubungan antar keluarga. Dan tentu saja, tentang transformasi dalam dirinya bagaimana ia perlahan mulai menerima dirinya sendiri, dan berdamai dengan Tara-usia-16-tahun.
Di awal, saya menyebutkan bahwa keluarga ini adalah keluarga eksentrik instead of survivalist, karena meskipun memisahkan diri dari society, mereka masih secara selektif menerima teknologi seperti telepon, televisi.Mereka menjadi eksentrik karena kepala keluarga yang memiliki bipolar (?) yang tak tertangani.
Buku ini saya beri bintang 4.5 out of 5 karena how can i say? really a smart book that written by smart person.Bahkan Bill Gates memberikan rating 5 out of 5 untuk Educated.
Yes, It is emotionally draining-but in good way. A book that honestly told about family dysfunction.
Tara adalah wanita yang sangat cerdas, mengapa ia tidak bisa memiliki sikap? Well, pembaca akan dengan mudah lupa bagaimana dampak dari doktrinasi seumur hidup yang dijejalkan oleh kedua orang tuanya.
Perubahan yang terjadi dalam diri Tara begitu pelan dan sedikit demi sedikit sampai ia memutuskan 'berhenti'. Bahkan sampai dia berada di universitas terbaik di dunia, mempelajari tentang revolusi, feminisme (ia membaca Simone De Beauvoir-yang mengingatkan saya pada buku karyanya masih belum tersentuh sama sekali), Tara masih mengalami panick attack ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendak ayahnya. Tara tidak pernah bisa melepas ikatannya dengan keluarganya, hingga menghancurkan segala yang telah ia bangun.
Well, aside dari ceritanya yang emotionally involving, diksi dan cara penceritaan dari buku ini pun sangat menunjukkan tingkat intelektualitas Tara. Pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar saat ia mencari jati dirinya, atau referensi saat ia menyelesaikan studinya, memberikan begitu banyak pengetahuan bagi pembaca, terutama terkait Mormonisme.
Salah satu hal yang paling kuat dari buku ini adalah bagaimana Tara menyampaikan rasa cintanya pada keluarga yang menyayangi-dan-memberikan neraka baginya, pada saat bersamaan. Detail deskripsi dari masa kecil Tara, banyak membuat pembaca mengingat kembali betapa hangatnya suatu keluarga dan kadang betapa disfungsionalnya sebuah hubungan antar keluarga. Dan tentu saja, tentang transformasi dalam dirinya bagaimana ia perlahan mulai menerima dirinya sendiri, dan berdamai dengan Tara-usia-16-tahun.
Buku ini saya beri bintang 4.5 out of 5 karena how can i say? really a smart book that written by smart person.Bahkan Bill Gates memberikan rating 5 out of 5 untuk Educated.
Yes, It is emotionally draining-but in good way. A book that honestly told about family dysfunction.
Comments
Post a Comment