Kumpulan Cerpen Eka Kurniawan |
“Kalian orang-orang tolol yang percaya kepada mimpi.”
Mimpi itu memberitahunya bahwa ia akan memperoleh seorang kekasih. Dalam mimpinya, si kekasih tinggal di kota kecil bernama Pangandaran. Setiap sore, lelaki yang akan menjadi kekasihnya sering berlari di sepanjang pantai ditemani seekor anjing kampung. Ia bisa melihat dadanya yang telanjang, gelap dan basah oleh keringat, berkilauan memantulkan cahaya matahari. Setiap kali ia terbangun dari mimpi itu, ia selalu tersenyum. Jelas ia sudah jatuh cinta kepada lelaki itu.
***
Judul : Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis : Eka Kurniawan
Tahun terbit : 2015
Genre : Sastra
Tebal Halaman : 170
Saya termasuk pembaca Eka Kurniawan yang telat, baru membaca sekitar tahun 2021 karena saya rindu sastra Indonesia dan kebetulan yang kebawa ke Korea adalah Seperti Dendam, Rindu harus Dibayar Tuntas . Dan disitulah saya baru merasakan naik turun saat membaca karya Eka Kurniawan.
Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (selalu judul yang panjang haha) adalah kumpulan cerpen yang pernah diterbitkan di media massa oleh Eka Kurniawan.
Beberapa teman saya yang suka membaca novel, mengaku susah memahami gaya bertutur dari Eka Kurniawan, apalagi untuk cerpen. "Seperti ga ada plot, atau ga ada hikmah yang bisa dipetik."Begitu katanya.
Saya tidak mencoba untuk sok memahami sastra, dengan pesan insintrik yang biasa disiratkan, namun bagi saya, karya sastra adalah perjalanan selama membacanya. Jikapun bisa ditebak, ya gapapa.
Apa yang saya paling sukai dari karya Eka Kurniawan adalah sisi humoris dan sinisme yang sering dicampur-adukkan dalam tulisannya. Dia juga sering mengangkat tema realistis ato cenderung sisi kaum marginal yang mungkin bagi sebagian orang, bukan tema yang 'enak' dibaca.
Banyak penulis yang mencoba mengangkat tema kaum marjinal, namun tidak ada yang bisa se'konyol' Eka Kurniawan. Dia bisa membahas masalah 'biasa' seperti perselingkuhan, atau menahan pipis untuk kesenangan pribadi menjadi karya sastra.
Tidak seperti judul bukunya, cerpen favorit di buku ini adalah Cerita Batu. Mungkin jika dijadikan judul utama buku ini tidak akan se-catchy Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi.
Cerita Batu, mengungkap kisah sebuah perjalanan 'hidup' sebuah batu, yang menjadi saksi begitu banyak hal terjadi di dunia ini. Tentang dendamnya dan bagaimana ternyata dia bisa 'salah' memegang dendamnya.
Saya menemukan sisi humor Eka Kurniawan dalam cerita batu, dan kalau dibilang tidak ada hikmah, kisah ini menyimpan banyak hikmah. Dan lagi, halo? siapa yang bisa punya ide mengambil sudut perspektif sebuah batu?
Sedangkan untuk cerpen yang dijadikan judul utama, saya punya pengalaman pribadi yang sangat relate dengan cerita ini, jadi curiga apakah Eka Kurniawan terinspirasi lagu 'I knew I loved You' punya Savage Garden?
So far, buku ini habis dinikmati dalam 2 jam kurang dan memang tidak semua mudah dicerna namun masih enjoyable!
****
Cinta Tak Ada Mati |
Judul : Cinta Tak Ada Mati
Penulis : Eka Kurniawan
Tahun terbit : 2018
Genre : Sastra
Tebal Halaman : 150
Masih dalam momentum Eka Kurniawan, saya membaca kumpulan cerpen nya yang teranyar, Cinta Tak Ada Mati (CTAM). Khusus untuk buku ini, banyak pembaca yang memberikan rating tinggi sehingga saya juga punya ekspektasi tinggi.
Dijadikan judul utama, CTAM memang sungguh apik dan menarik dengan plot twist, mengangkat tema cinta dari seorang laki-laki dari ia remaja hingga ajal menjemput. Khusus membaca cerpen ini, rasanya bisa diperpanjang menjadi novel yang ciamik karena pembaca menjadi sangat tersihir dengan tokoh Mardio, dan bahasanya 'rooting for him so much'.
Satu kisah lagi yang syahdu dan 'dalam' menurut saya adalah Surau, tentang pergolakan batin seseorang berteduh di sebuah surau, suatu sore kala hujan. Di Surau tersebut, ia melihat guru ngaji nya yang hampir buta sedang sholat dengan khusyu. Pertentangan batin melandanya. Dulu, surau itu adalah tempat dimana ia menghindari agar tidak dipukul ayahnya karena Ia menyuruhnya mengaji. Baginya, agama adalah sesuatu yang dipaksakan untuk ia jalani, bukan sesuatu yang dengan kesadarannya untuk melakukan.
Kemudian saat ia dewasa, ia tak lagi mengenal agama, apalagi sholat. Menit-menit berada di surau, seolah ia terpanggil untuk mengambil wudhu dan sholat. Suatu perjalanan spiritual yang saya tahu, banyak yang mengalaminya.
Ada bagian cerpen lain yang saya percaya banget ada adalah Caronang. Saya sampai google apakah ada hewan bernama Caronang (apakah folk legend), dan ternyata saya 'tertipu'.
Masih mengangkat kisah kaum marjinal, mistis, dan cinta, kumpulan cerpen dalam buku ini memang lebih 'enjoyable' dibandingkan karya-karya pendahulunya. Namun, saya merasa sisi humoris Eka agak berkurang di buku ini dan menjelma jadi Eka yang dewasa.
Still, masih buku sastra yang luar biasa dari sang maestro!
Comments
Post a Comment